Siang ini aku habiskan dengan niat awal yang tidak jelas.
Hanya berjalan sampai jauh dan tiba-tiba saja sudah sampai di salah satu
terminal angkutan umum di Surabaya. Alih-alih punya tujuan, aku pun menumpang
angkot berwarna kuning yang paling sering dijumpai di daerah itu. Ketika angkot
mulai melaju, aku jadi bingung. Angkot yang sedang aku tumpangi ini tujuannya
kemana ya. Aku lupa kalau ada 2 jenis angkot warna kuning dengan tujuan
berbeda. Ah biarlah, toh niatnya juga jalan-jalan. Baru 100 meter melaju,
jalanan sudah diguyur hujan deras. Rupanya aku memilih dengan tepat. Entah kemana asal ndak kehujanan. Karena
sudah terlanjur berada di dalam angkutan, akhirnya aku memutuskan kemana tujuan
pergi kali ini. Berbekal file pdf berisi daftar angkot dan trayek yang
dilewati, akhirnya aku memutuskan pergi ke perpustakaan yang biasa aku
kunjungi.
Badai petir. Seperti itulah tulisan yang tertera di aplikasi
cuaca yang terpasang di handphone aku. Memang badai petir. Bagaimana tidak,
baru beberapa menit hujan, banjirnya sudah di atas mata kaki. Apalagi anginnya
yang kencang membuat bulir-bulir air hujan masuk ke dalam angkot. Alhasil kami
yang tadinya merasa sangat aman kini harus rela sedikit basah-basahan.
Mengamati keadaan di luar yang tidak terlalu jelas karena jendela sudah
tertutup embun, aku melihat beberapa anak laki-laki umur belasan menghampiri
sepasang suami istri paruh baya. Sedikit merayu menawarkan jasa memayungi pasangan itu. Si ibu
tersenyum. Mobilnya hanya berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri
sekarang. Menerobos hujan tentu saja tidak masalah baginya. Aku hanya mengamati
dari jauh. Entah apa yang selanjutnya terjadi di sana.
Angkot kuning ini berhenti karena lampu merah. Aku
mengiintip keluar dari sela jendela yang sedikit terbuka. Kulihat seorang anak
lekaki yang masih mengenakan celana merah hati (red:seragam SD) dan kaos bola klub raksasa bundesliga sedang
memastikan tumpukan Koran yang masih tersisa di tangannya semua terbungkus
plastik. Tidak ada celah sedikitpun yang akan membuat dagangannya itu basah dan
tidak laku dijual. Sedangkan badannya diibiarkan basah kuyup. Bahkan ia tidak
berteduh. Tetap saja berkeliling menawarkan Koran-koran itu ke pengendara yang
berhenti. Apa mungkin di saat seperti ini akan ada yang membuka jendela mobilnya
untuk sekedar membantu bocah kecil ini. Mungkin saja.
Tujuanku sudah di depan mata. Hanya saja jalanan sedang
ramai sekali. Menyeberang 2 kali di jalanan sebesar ini? Wah ini pertama kali.
Beruntung saat menyeberang pertama dibantu dengan tombol untuk pejalan kaki
yang ada di lampu merah. Nah untuk menyeberang yang kedua ini sampai beberapa
menit berhenti karena takut. Tapi lama-lama jadi sadar ternyata terlalu
menikmati berpayung di bawah hujan, haha. Keberuntungan masih berpihak. Dari
seberang ada adek laki-laki masih SMA menghampiri, dan ternyata dia mau
membantu membantu menyeberang, huahaha jadi malu. Inilah akhir ketidakjelasan
siang ini. Berakhir dengan dibolehkannya menitip helm basah saya di dalam
perpustakaan. Syukurlah, lah mau ditaruh mana lagi helm ini.
*selalu ada akhir yang menyenangkan di setiap kejadian yang
kita alami. Hanya perlu menunggu. Bersabar J
p.s angkot kuning nya O dari keputih. Oper angkot E dari
depan RS Dr.Soetomo. turun di belokan jalan pemuda. Nyebrang deh ke perpustakaan
balai pemuda Surabaya.
17 desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar