Benar benar agenda yang tak terencana. Karena terlalu
rindu, tiba tiba saja saya mengetikkan beberapa kalimat dan mengirimnya ke
kontak grup di hp. ayok upgrading. Begitu intinya. menyiapkan segala yang
dibutuhkan meski masih pekan depan agendanya. Dan manusia memang hanya bisa
berencana. Beberapa hari saya terbaring di atas tempat tidur. sakit. dan apa
saja yang saat itu sedang saya siapkan, berhenti seketika. nggak ada a, b,c,
dan lain lain. Bismillah saja, seadanya. Sempat akan dibatalkan pula, karena
yang konfirmasi bisa hadir hanya beberapa. Tapi kami tidak bisa menunggu lagi,
mau sampai kapan ditunda? apapun yang terjadi, kami berniat tetap melanjutkan.
*morning, when spirit suddenly appear
Jam 7.30 yaa. Saya masih ingat betul angka angka
tersebut saya tulis berulang. Sekali lagi ingin menegaskan. Jangan molor. Dan sekarang? Bukankah seharusnya
mereka datang 1 jam yang lalu? Wow. Satu per satu mulai nampak, bagaikan
barisan sebuah grup, tanpa sadar separuh dari kami memakai paduan warna biru,
dan separuhnya, pink. Oke setalah menunggu sekian lama, kami berangkat menuju tempat itu. Jalanan lengang sekali. Beginilah
Surabaya, selalu sepi kalau tanggal merah. Penghuninya mengungsi. Sampai disana beberapa orang sempat heran, di Surabaya ada
ya yang seperti ini? Berkeliling mencari tempat yang pas, kami memilih
melingkar di pinggir danau. Ditemani langit yang mendung, pagi ini teduh
sekali. Dimulai dengan sebuah game truth
or dare. Sudah kehabisan ide, jadilah permainan ini saya rasa cocok. Berdalih
menjadi panitia, saya tidak ingin diikutkan dalam game ini. Tentu saja karena resikonya besar. Namun alasan itu tidak
cukup untuk menyelamatkan diri. Dengan
segala rayu dan paksa, saya pun menuruti mereka untuk tetap ikut memainkannya. Awal
yang bagus tentu saja, karena bukan saya yang pertama kali harus memilih truth or dare. Heboh sekali permainan
ini, tawa dimana-mana. Ternyata kehebohan lebih besar justru terjadi di orang
kedua yang harus memilih truth or dare.
Dan orang itu adalah, saya. Jelas-jelas saya katakan memilih tantangan, namun
mereka serentak menolak. Ya tentu saja, yang sudah menyiapkan tantangan itu
adalah saya. Dengan wajah setengah pasrah saya mengiyakan permintaan mereka. Truth. Saya ingat benar raut muka
orang-orang di depan saya saat menyebutkan pertanyaan yang harus saya jawab
dengan jujur, “mb, pertanyaannya adalah : mb izzah lagi suka sama siapa?”
happaaaaaaaaaaaaaaaaa? Tiba tiba ingin sekali saat itu juga hujan deras, agar
saya tidak perlu menjawab pertanyaan yang mereka sebutkan. Reflek menutupkan
kedua tangan di muka sambil berulang kali mengatakan “ga mau jawab, jangan”. Apa-apaan
ini, bercanda yaa, tentu saja saya tidak akan pernah mengatakannya. Karena terlalu
lama saya mengelak, akhirnya terdengar beberapa orang menyebutkan beberapa nama
berbeda “oh mas ini ya mbak?”. Oh meeen
yang benar saja. Meski namanya disebut pun, saya akan tetap mengatakan tidak.
menjelaskan dengan hati-hati akhirnya membuat mereka menyerah menanyakannya. Tapi
hmm, ada sedikit clue yang saya tinggalkan, no prob, mereka tidak akan tahu
haha. Setelah permainan berjalan begitu lama, tiba saatnya bertukar kado. Jelas
bukan acara utama. Karena setelah itu, mereka akan mengerti ada di bagian mana
acara utamanya.
Saya meminta mereka memjamkan mata, menggenggam
tangan saudarinya. Sambil memutar sebuah lagu favorit saya. Dimulailah refleksi
perjalanan kami di setengah kepengurusan ini. Hening. Di sekitar kami memang
banyak orang lalu lalang. Namun hening sekali di dalam lingkaran. Mengucap banyak
terima kasih mereka sudah mau bertahan meski jalannya tek pernah mudah. Bahwa kami
memang tak pernah meminta menjadi satu bagian, namun keluarga ini sungguh tak
bisa digantikan. Terdiam. Tak mampu meneruskan, suara saya bergetar. Sudahlah, tangis
ini memang saatnya dikeluarkan. Genggaman itu semakin erat. Meminta maaf jika
sampai saat ini tak mampu menjadi sosok yang mereka harapkan. Apapun yang
terjadi, saya menyayangi kalian semua, keluarga kecil annisaa :’) . Semoga dengan diiringi rintikan gerimis, ukhuwah itu menjadi semakin erat. Rindu itu semakin sering muncul. Ingatlah bahwa tidak pernah ada yang namanya berjuang sendiri. aku, kamu, kita, adalah satu keluarga..
0 komentar:
Posting Komentar