Pagi ini, setelah beberapa menit menelepon dengan berurai
air mata, Bapak meminta saya menemui beliau di rumah. Mungkin Bapak tahu jika
anak gadisnya sedang tidak baik-baik saja.
4 jam kemudian saya sudah berada di depan pintu. Mencari
Bapak di setiap ruangan, namun saya tidak berhasil menemukan bapak. Mengintip masjid
yang hanya berjarak sejengkal dari rumah, mungkin Bapak sedang menghabiskan
waktu disana. Ya, Bapak memang berada di dalamnya, entah sampai pada rakaat ke
berapa sekarang. Saya mengambil duduk di belakang beliau. Mengamati sambil
menyeka air di sudut mata, pembicaraan tadi pagi mungkin mengusik perasaan
beliau. Saya tahu nama saya sedang disebut disujudnya.
Setelah selesai salam, saya menghampiri beliau. Berbaring dengan
kepala di atas kaki bapak yang posisinya belum berubah, masih sama seperti tahiyatul akhir tadi. Bapak sama sekali
tidak menyinggung pembicaraan kami pagi tadi. Sepertinya takut saya kelewat
nangis lagi. Bapak yang merangkap menjadi ibu, tahu persis kapan saat yang
tepat membicarakan sesuatu.
Setengah jam saya menghabiskan waktu dengan Bapak. Meski
begitu, cukup banyak yang telah kami bicarakan. Tentang masa depan, tentang lelaki
yang akan mengambil amanah atas saya dari tangan bapak, tentang dimana saya
akan tinggal setelah menikah, dan apakah saya akan tetap merindukan Bapak meski
tidak lagi tinggal di atap yang sama. jangan
khawatir jika suatu saat saya tidak lagi merindukan Bapak. Jelas itu tidak
mungkin, kan. Bapak masih pingin gendong cucu kan? Ayo tetep sehat yaa. Kalimat
itu saya ucapkan sebelum berlalu menuju pintu. Sambil sedikit berkaca-kaca
membayangkan bagaimana perasaan Bapak jika putri terkecilnya diambil orang. Akhir-akhir ini Bapak
lebih senang membicarakan masa depan rumah tangga saya. Usia 21 tahun dirasa
sudah cukup untuk mengemban amanah yang lebih berat. Meski Bapak masih
menganggap putrinya ini sama seperti 15 tahun yang lalu, seorang putri kecil. Bapak
akan selalu merasa putrinya masih perlu dipijat saat sedang sakit. Masih perlu
diingatkan untuk sarapan. Tidak tidur semalaman menjaga putrinya yang demam,
bahkan meski saya adalah seorang Mahasiswi tingkat akhir. Bapak saya memang
seperti itu. Bapak tenang saja ya, dia
tidak akan mengambil juara 1 di hati saya kok, juara 1 tetap punya Bapak :’)
0 komentar:
Posting Komentar