hari itu mendung begitu membuat bimbang. ingin lari saja dari amanah yang berbaris-baris menunggu untuk diselesaikan. tentu saja bukan amanah dakwah. tinggal mengirim sebaris kata dan kemudian semua akan berubah sesuai keinginanku. ya, bisa saja itu terjadi, mudah sekali. setitik demi setitik air langit mulai turun. ibarat noda, sedikit demi sedikit kebimbangan itu perlahan luntur. kembali menguatkan diri. meyakinkan bahwa ini adalah konsekuensi dari sebuah pilihan. tentu saja jika aku menginginkan sesuatu, maka aku juga harus mau menanggung konsekuensinya. setidaknya aku masih bisa berpikir sehat. maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. sekali lagi ayat-ayat indah itu yang membantu menjernihkan hati. kubuka mushaf kesayangan yang daritadi sudah sabar menunggu. entahlah aku tidak peduli lalu lalang orang disekitarku. yang mungkin beberapa memperlihatkan tatapan aneh. aku berhak, bukan? hujan membuat sore terasa lebih lama. tak sedikitpun menunjukkan bahwa ia lelah mengguyur tanah kami. membuat lembaran-lembaran yang daritadi dibaca semakin bertambah. lebih banyak dari biasanya. semua berjalan biasa. amanah yang (memang) harus diselesaikan. tapi tunggu, ada hal lain yang menarik. seseorang memberikan kado kecil untukku. seperti hadiah karena aku memilih menuntaskan sebuah amanah. bukankah hanya sebentar? ya, aku memang hanya perlu bersabar sebentar, lalu mengapa hadiah itu diberikan? sebagian dari kita mungkin pernah berpikir bahwa apa yang dilakukan hanya sia-sia, tidak ada yang menghargai, bahkan melihat. merasa tidak sanggup lagi berada di jalan yang memang hanya segelintir orang yang bertahan. menggugurkan komitmen yang telah lama dibangun. apakah kita lupa bahwa Allah tidak pernah tidur? tanyakan pada diri kita, apakah kita masih berharap selain balasan-Nya yang luar biasa? bangunlah, tata niat kita lagi. tidak sepatutnya kita selalu menuntut atas secuil perjuangan yang baru kita lakukan.
“Ketika orang tertidur kau terbangun, itulah susahnya. Ketika orang
merampas kau membagi, itulah peliknya. Ketika orang menikmati kau
menciptakan, itulah rumitnya. Ketika orang mengadu kau bertanggung
jawab, itulah repotnya. Oleh karena itu, tidak banyak orang bersamamu
disini, mendirikan imperium kebenaran” (KH. Rahmat Abdulloh)
0 komentar:
Posting Komentar